SELAMAT DATANG TEMAN

SEMOGA SEMUA ISI DALAM BLOG INI BERMANFAAT

Jumat, 03 Juni 2011

konsep pengawasan manajemen ekonomi


KONSEP PENGAWASAN

A. Pengertian Pengawasan
Istilah pengawasan dalam bahasa Inggris disebut controlling, yang oleh Dale (dalam Winardi, 2000:224) dikatakan bahwa: “… the modern concept of controlprovides a historical record of what has happenedand provides date the enable theexecutiveto take corrective steps …”. Hal ini berarti bahwa pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang direncanakan. More (dalam Winardi, 2000:226) menyatakan bahwa: “… there’s many a slip between giving works, assignments to men and carrying them out. Get reports of what is being done, compare it with what ought to be done, and do something about it if the two aren’t the same”.
Dengan demikian pengawasan pada hakekatnya merupakan tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan (das sollen). Hal ini disebabkan karena antara kedua hal tersebut sering terjadi penyimpangan-penyimpangan, maka tugas pengawasan adalah melakukan koreksi atas penyimpangan-penyimpangan tersebut.
Pengawasan merupakan fungsi manajerial yang keempat setelah perencanaan, pengorganisasian, dan pengarahan. Sebagai salah satu fungsi manajemen, mekanisme pengawasan di dalam suatu organisasi memang mutlak diperlukan. Pelaksanaan suatu rencana atau program tanpa diiringi dengan suatu sistem pengawasan yang baik dan berkesinambungan, jelas akan mengakibatkan lambatnya atau bahkan tidak tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditentukan.
Pengertian tentang pengawasan sangat beragam dan banyak sekali pendapat para ahli yang mengemukakannya, namun demikian pada prinsipnya kesemua pendapat yang dikemukan oleh para ahli adalah sama, yaitu merupakan tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan (das sollen), yang dilakukan dalam rangka melakukan koreksi atas penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam kegiatan manajemen. Berikut beberapa pengertian tentang pengawasan dari para ahli:
Mockler (dalam Certo dan Certo, 2006:480) menyebutkan pengawasan sebagai : Controlling is a systematic effort by business management to compare performance to predetermined standard, plans, or objectives to determine whether performance is in line with theses standards and presumably to take any remedial action required to see that human and other corporate resources are being used in the most effective and efficient way possible in achieving corporate objectives.
Konsep pengawasan dari Mockler di atas, menekankan pada tiga hal, yaitu (1) harus adanya rencana, standard atau tujuan sebagai tolak ukur yang ingin dicapai, (2) adanya proses pelaksanaan kerja untuk mencapai tujuan yang diinginkan, (3) adanya usaha membandingkan mengenai apa yang telah dicapai dengan standard, rencana, atau tujuan yang telah ditetapkan, dan (4) melakukan tindakan perbaikan yang diperlukan. Dengan demikian konsep pengawasan dari Mockler ini terlihat bahwa ada kegiatan yang perlu direncanakan dengan tolak ukur berupa kriteria, norma-norma dan standar, kemudian dibandingkan, mana yang membutuhkan koreksi ataupun perbaikan-perbaikan.
Hal senada juga diungkapkan oleh Admosudirdjo (dalam Febriani, 2005:11) yang mengatakan bahwa: Pada pokoknya controlling atau pengawasan adalah keseluruhan daripada kegiatan yang membandingkan atau mengukur apa yang sedang atau sudah dilaksanakan dengan kriteria, norma-norma, standar atau rencana-rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sementara Mockler (dikutip Stoner & Freeman dalam Wilhelmus dan Molan 1994:241) mengatakan bahwa: Pengendalian adalah suatu upaya yang sistematis untuk menetapkan standard kinerja dengan sasaran perencanaan, merancang sistem umpan-balik informasi, membandingkan kinerja sesungguhnya dengan standard yang terlebih dahulu ditetapkan itu, menentukan apakah ada penyimpangan dan mengukur signifikansi penyimpangan tersebut, dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan tengah digunakan sedapat mungkin dengan cara yang paling efektif dan efisien guna tercapainya sasaran perusahaan.
Siagian (1990:107) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengawasan adalah: “Proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.” Ciri terpenting dari konsep yang dikemukan oleh Siagian ini adalah bahwa pengawasan hanya dapat diterapkan bagi pekerjaan-pekerjaan yang sedang berjalan dan tidak dapat diterapkan untuk pekerjaan-pekerjaan yang sudah selesai dilaksanakan
Terry (dalam Winardi, 1986:395) juga berpendapat tentang pengertian pengawasan ini, ia mengatakan bahwa: Pengawasan berarti mendeterminasi apa yang dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan­-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana-rencana. Jadi pengawasan dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan dan mengoreksi penyimpangan-penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan.
Koontz, et. al. (dalam Hutauruk, 1986:195) menyatakan bahwa: “Pengendalian adalah mengukur dan mengoreksi prestasi kerja bawahan guna memastikan, bahwa tujuan organisasi di semua tingkat dan rencana yang didesain untuk mencapainya, sedang dilaksanakan”.
Sujamto (dikutip Silalahi, 2002:177) lebih tegas mengatakan: Pengendalian adalah segala usaha atau kegiatan untuk menjamin dan mengarahkan agar pekerjaan yang sedang dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki serta sesuai pula dengan segala ketentuan dan kebijakan yang berlaku.
Sementara Lembaga Administrasi Negara (1996:159) mengungkapkan bahwa: Pengawasan adalah salah satu fungsi organik manajemen, yang merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas-tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan­-ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku. Pengawasan sebagai fungsi manajemen sepenuhnya adalah tanggung jawab setiap pimpinan pada tingkat mana pun. Hakikat pengawasan adalah untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran serta pelaksanaan tugas-tugas organisasi.
Berdasarkan pendapat dari LAN di atas, tampak bahwa subjek yang melakukan pengawasan adalah pimpinan. Hal senada juga ditegaskan oleh Koontz, et. al. (dalam Hutauruk, 1986:195) bahwa :”Fungsi pengendalian harus dilaksanakan oleh tiap-tiap manajer, mulai dari direktur sampai pengawas”.
Sementara Sarwoto (dalam Febriani, 2005:12) mengatakan bahwa: ”Pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki”. Dari pendapat Sarwoto ini secara implisit dapat terlihat tujuan dari pengawasan yaitu mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana. Seluruh pekerjaan yang dimaksud adalah pekerjaan yang sedang dalam pelaksanaan dan bukan pekerjaan-pekerjaan yang telah selesai dikerjakan.
Berkaitan dengan arti pengawasan sebagai suatu proses seperti diungkapkan oleh LAN di atas, Soekarno (dalam Situmorang dan Juhir, 1994:20) menyatakan bahwa: “Pengawasan adalah suatu proses yang menentukan tentang apa yang harus dikerjakan, agar apa yang dikerjakan sejalan dengan rencana”. Certo (dalam Maman Ukas, 2004:337) mengatakan bahwa : “Controlling is the process managers go trough to control”. Sementara Maman Ukas (2004:337) menyatakan bahwa:
Pengawasan adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan untuk memantau, mengukur dan bila perlu melakukan perbaikan atas pelaksanaan pekerjaan sehingga apa yang telah direncanakan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Hal senada dikemukakan oleh Manullang (1977:136) bahwa: “Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula”. Pada hakekatnya, pandangan Manullang di atas juga menekankan bahwa pengawasan merupakan suatu proses dimana pekerjaan itu telah dilaksanakan kemudian diadakan penilaian apakah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan ataukah terjadi penyimpangan-penyimpangan, dan tidak hanya sampai pada penemuan penyimpangan tetapi juga bagaimana mengambil langkah-langkah perubahan dan perbaikan sehingga organisasi tetap dalam kondisi yang sehat.
Bertitik tolak dari pengertian para ahli tentang pengawasan sebagai mana diungkapkan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pengawasan adalah sebagai suatu proses kegiatan pimpinan yang sistematis untuk membandingkan (memastikan dan menjamin) bahwa tujuan dan sasaran serta tugas-tugas organisasi yang akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan standard, rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan­-ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan, guna pemanfaatan manusia dan sumber daya lain yang paling efektif dan efisien dalam mencapai tujuan perusahaan
B. Maksud dan Tujuan Pengawasan
Terwujudnya tujuan yang dikehendaki oleh organisasi sebenarnya tidak lain merupakan tujuan dari pengawasan. Sebab setiap kegiatan pada dasarnya selalu mempunyai tujuan tertentu. Oleh karena itu pengawasan mutlak diperlukan dalam usaha pencapaian suatu tujuan. Menurut Situmorang dan Juhir (1994:22) maksud pengawasan adalah untuk :
  1. Mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak
  2. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mengadakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan­-kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan yang baru.
  3. Mengetahui apakah penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam rencana terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan yang telah direncanakan.
  4. Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (fase tingkat pelaksanaan) seperti yang telah ditentukan dalam planning atau tidak.
  5. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam planning, yaitu standard.
Rachman (dalam Situmorang dan Juhir, 1994:22) juga mengemukakan tentang maksud pengawasan, yaitu:
  1. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
  2. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu telah berjalan sesuai dengan instruksi serta prinsip-prinsip yang telah ditetapkan
  3. Untuk mengetahui apakah kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan dan kegagalan-kegagalannya, sehingga dapat diadakan perubahan- perubahan untuk memperbaiki serta. mencegah pengulangan kegiatan-kegiatan yang salah.
  4. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan apakah dapat diadakan perbaikan-perbaikan lebih lanjut, sehingga mendapat efisiensi yang lebih benar.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa maksud pengawasan adalah untuk mengetahui pelaksanaan kerja, hasil kerja, dan segala sesuatunya apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak, serta mengukur tingkat kesalahan yang terjadi sehingga mampu diperbaiki ke arah yang lebih baik.
Sementara berkaitan dengan tujuan pengawasan, Maman Ukas (2004:337) mengemukakan:
  1. Mensuplai pegawai-pegawai manajemen dengan informasi-informasi yang tepat, teliti dan lengkap tentang apa yang akan dilaksanakan.
  2. Memberi kesempatan pada pegawai dalam meramalkan rintangan-rintangan yang akan mengganggu produktivitas kerja secara teliti dan mengambil langkah­-langkah yang tepat untuk menghapuskan atau mengurangi gangguan-gangguan yang terjadi.
  3. Setelah kedua hal di atas telah dilaksanakan, kemudian para pegawai dapat membawa kepada langkah terakhir dalam mencapai produktivitas kerja yang maksimum dan pencapaian yang memuaskan dari pada hasil-hasil yang diharapkan.
Situmorang dan Juhir (1994:26) mengatakan bahwa tujuan pengawasan adalah :
  1. Agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna (dan berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat (kontrol sosial) yang obyektif, sehat dan bertanggung jawab.
  2. Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan aparat pemerintah, tumbuhnya disiplin kerja yang sehat.
  3. Agar adanya keluasan dalam melaksanakan tugas, fungsi atau kegiatan, tumbuhnya budaya malu dalam diri masing-masing aparat, rasa bersalah dan rasa berdosa yang lebih mendalam untuk berbuat hal-hal yang tercela terhadap masyarakat dan ajaran agama.
Lebih lanjut Situmorang dan Juhir (1994:26) mengemukakan bahwa secara langsung tujuan pengawasan adalah untuk:
  1. Menjamin ketetapan pelaksanaan sesuai dengan rencana, kebijaksanaan dan perintah.
  2. Menertibkan koordinasi kegiatan-kegiatan
  3. Mencegah pemborosan dan penyelewengan
  4. Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas barang atau jasa yang dihasilkan
  5. Membina kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan organisasi
Sementara tujuan pengawasan menurut Soekarno (dalam Safrudin, 1965:36) adalah : Untuk mengetahui apakah sesuatu berjalan sesuai dengan rencana, yang digariskan,  mengetahui apakah sesuatu dilaksanakan sesuai dengan instruksi serta asas yang ditentukan, mengetahui kesulitan-kesulitan dan kelemahan-kelemahan dalam bekerja, mengetahui apakah sesuatu berjalan efisien atau tidak, dan mencari jalan keluar jika ternyata dijumpai kesulitan-kesulitan, kelemahan-kelemahan, atau kegagalan ke arah perbaikan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diketahui bahwa pada pokoknya tujuan pengawasan adalah:
  1. Membandingkan antara pelaksanaan dengan rencana serta instruksi­-instruksi yang telah dibuat.
  2. Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan-kesulitan, kelemahan­-kelemahan atau kegagalan-kegagalan serta efisiensi dan efektivitas kerja.
  3. Untuk mencari jalan keluar apabila ada kesulitan, kelemahan dan kegagalan, atau dengan kata lain disebut tindakan korektif.
C. Tipe Pengawasan
Donnelly, et al. (dalam Zuhad, 1996:302) mengelompokkan pengawasan menjadi tiga tipe dasar, yaitu preliminary control, concurrent control dan feedback control. Ketiga hal tersebut digambarkan sebagai berikut:



Gambar 1
Tipe Pengawasan
AS 1
Sumber: Donnelly,  et. al. (dalam Zuhad, 1996:302)
Pengawasan pendahuluan (preliminary control). Memusatkan perhatian pada masalah mencegah timbulnya deviasi-deviasi pada kualitas serta kuantitas sumber-sumber daya yang digunakan pada organisasi-organisasi. Sumber-sumber daya ini harus memenuhi syarat-syarat pekerjaan yang ditetapkan oleh struktur organisasi yang bersangkutan. Para pegawai atau karyawan perlu memiliki kemampuan, baik kemampuan fisik ataupun kemampuan intelektual untuk melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepada mereka. Bahan-bahan yang akan digunakan harus memenuhi kualitas tertentu dan mereka harus tersedia pada waktu dan tempat yang tepat. Di samping itu, modal harus pula tersedia agar dapat dicapai suplai peralatan serta mesin-mesin yang diperlukan. Akhirnya sumber­-sumber daya finansial harus pula tersedia dalam jumlah dan waktu yang tepat.
Pengawasan pada saat pekerjaan berlangsung (concurrent control). Memonitor pekerjaan yang berlangsung guna memastikan bahwa sasaran-sasaran telah dicapai. Alat prinsip dengan apa pengawasan dapat dilaksanakan adalah aktivitas para manajer yang memberikan pengarahan atau yang melaksanakan supervisi.
Pengawasan feedback (feedback control). Memusatkan perhatian pada hasil-hasil akhir. Tindakan korektif ditujukan ke arah proses pembelian sumber daya atau operasi-operasi aktual. Tipe pengawasan ini mencapai namanya dari fakta bahwa hasil-hasil historikal mempengaruhi tindakan-tindakan masa mendatang.
Senada dengan pendapat Donnelly, et. al. di atas, Certo & Certo (2006:487) menyebutkan ada tiga tipe pengawasan, antara lain:
  1. Pre control. Control that takes place before work is performed is called pre control, or feed-forward control. Managers using this type of control create policies, procedures, and rules aimed at eliminating behavior that will cause undesirable work results … In sum, pre control focuses on eliminating pre­dicted problems.
  2. Concurrent Control. Control that takes place as work is being performed is called concurrent control. It relates not only to employee performance, but also to such non human areas as equipment performance and department appearance
  3. Feedback Control. Control that concentrates on past organizational performance is called feedback control.  Managers exercising this type of control are attempting to take corrective action by looking at organizational history over a specified time period
Begitu pula dengan Maman Ukas (2004:343) yang menyebutkan ada tiga fase pengawasan, yaitu (1) pengawasan awal, (2) pengawasan tengah berjalan, dan (3) pengawasan akhir. Lebih lanjut Maman Ukas memperjelas bahwa:
Maksud dari pada pengawasan awal yang mendahului tindakan adalah tiada lain untuk mencegah serta membatasi sedini mungkin kesalahan-kesalahan yang tidak diinginkan sebelum terjadi. Dengan kata lain tindakan berjaga-jaga sebelum memulai suatu aktivitas. Sedangkan pengawasan tengah berjalan dilakukan untuk memantau kegiatan yang sedang dilaksanakan. Dengan cara membandingkan standar dengan hasil kerja, sehingga perlu ada tindakan-tindakan korektif untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan. Bukan hanya manajer yang bertindak, tetapi bawahan pun dapat melakukannya untuk dapat memberikan masukan pada organisasi bagi tindakan-tindakan perencanaan yang akan berulang di masa yang akan datang. Sebenarnya pengawasan akhir tidak berdiri sendiri tetapi merupakan hasil kombinasi pada pengawasan awal dan tengah.
Gambar 2
Lingkup Waktu Pengawasan
AS 12
Sumber : Maman Ukas (2004:343)
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diketahui bahwa pelaksanaan pengawasan terhadap suatu aktivitas kerja dapat dilakukan sebelumnya, sedang berjalan dan sesudah proses kegiatan berakhir. Dengan demikian, maka sistem pengawasan harus dirancang sesuai dengan kegiatan-kegiatan tepat pada waktunya.
D. Macam Teknik Pengawasan
Disarikan dari pendapat Koontz, et. al. (dalam Hutauruk, 1986:298-331) tentang teknik pengawasan, terdapat dua cara untuk memastikan pegawai merubah tindakan/sikapnya yang telah mereka lakukan dalam bekerja, yaitu dengan dilakukannya pengawasan langsung (direct control) dan pengawasan tidak langsung (indirect control). Pengawasan langsung diartikan sebagai teknik pengawasan yang dirancang bangun untuk mengidentifikasi dan memperbaiki penyimpangan rencana. Dengan demikian pada pengawasan langsung ini, pimpinan organisasi mengadakan pengawasan secara langsung terhadap kegiatan yang sedang dijalankan, yaitu dengan cara mengamati, meneliti, memeriksa dan  mengecek sendiri semua kegiatan yang sedang dijalankan tadi. Tujuannya adalah agar penyimpangan-penyimpangan terhadap rencana yang terjadi dapat diidentifikasi dan diperbaiki. Menurut Koontz, et. al, pengawasan langsung sangat mungkin dilakukan apabila tingkat kualitas para pimpinan dan bawahannya rendah.
Sementara pengawasan tidak langsung diartikan sebagai teknik pengawasan yang dilakukan dengan menguji dan meneliti laporan-laporan pelaksanaan kerja. Tujuan dari pengawasan tidak langsung ini adalah untuk melihat dan mengantisipasi serta dapat mengambil tindakan yang tepat untuk menghindarkan atau memperbaiki penyimpangan. Menurut Koontz, et. al, pengawasan tidak langsung sangat mungkin dilakukan apabila tingkat kualitas para pimpinan dan bawahannya tinggi.
Dari pendapat Koontz, et. al di atas, Situmorang dan Juhir (1994:27) mengklasifikasikan teknik pengawasan berdasarkan berbagai hal, yaitu :
  1. Pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung
    1. Pengawasan langsung, adalah pengawasan yang dilakukan secara pribadi oleh pimpinan atau pengawas dengan mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri secara “on the spot” di tempat pekerjaan, dan menerima laporan-laporan secara langsung pula dari pelaksana. Hal ini dilakukan dengan inspeksi.
    2. Pengawasan tidak langsung, diadakan dengan mempelajari laporan-laporan yang diterima dari pelaksana baik lisan maupun tertulis, mempelajari pendapat-pendapat masyarakat dan sebagainya tanpa pengawasan “on the spot”.
  2. Pengawasan preventif dan represif
    1. Pengawasan preventif, dilakukan melalui pre audit sebelum pekerjaan dimulai. Misalnya dengan mengadakan pengawasan terhadap persiapan-persiapan, rencana kerja, rencana anggaran, rencana penggunaan tenaga dan sumber-sumber lain.
    2. Pengawasan represif, dilakukan melalui post-audit, dengan pemeriksaan terhadap pelaksanaan di tempat (inspeksi), meminta laporan pelaksanaan dan sebagainya.
  3. Pengawasan intern dan pengawasan ekstern
    1. Pengawasan intern, adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam organisasi itu sendiri. Pada dasarnya pengawasan harus dilakukan oleh pucuk pimpinan sendiri. Setiap pimpinan unit dalam organisasi pada dasarnya berkewajiban membantu pucuk pimpinan mengadakan pengawasan secara fungsional sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.
    2. Pengawasan ekstern, adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dari luar organisasi sendiri, seperti halnya pengawasan dibidang keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sepanjang meliputi seluruh Aparatur Negara dan Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara terhadap departemen dan instansi pemerintah lain.
Senada dengan pendapat Situmorang dan Juhir, Siagian (1989:139-140) mengungkapkan bahwa:
Proses pengawasan pada dasarnya dilaksanakan oleh administrasi dan manajemen dengan mempergunakan dua macam teknik, yakni :
  1. Pengawasan langsung (direct control) ialah apabila pimpinan organisasi mengadakan sendiri pengawasan terhadap kegiatan yang sedang dijalankan. Pengawasan langsung ini dapat berbentuk: (a) inspeksi langsung, (b) on the spot observation, (c) on the spot report, yang sekaligus berarti pengambilan keputusan on the spot pula jika diperlukan. Akan tetapi karena banyaknya dan kompleksnya tugas-tugas seorang pimpinan -terutama dalam organisasi yang besar- seorang pimpinan tidak mungkin dapat selalu menjalankan pengawasan langsung itu. Karena itu sering pula ia harus melakukan pengawasan yang bersifat tidak langsung.
  2. Pengawasan tidak langsung (indirect control) ialah pengawasan jarak jauh. Pengawasan ini dilakukan melalui laporan yang disampaikan oleh para bawahan. Laporan itu dapat berbentuk: (a) tertulis, (b) lisan. Kelemahan dari pada pengawasan tidak langsung itu ialah bahwa sering para bawahan hanya melaporkan hal-hal yang positif saja. Dengan perkataan lain, para bawahan itu mempunyai kecenderungan hanya melaporkan hal-hal yang diduganya akan menyenangkan pimpinan.
Sementara Bohari (1992:25) membagi macam teknik pengawasan sebagai berikut :
  1. Pengawasan preventif, dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan. Pengawasan preventif ini biasanya berbentuk prosedur-prosedur yang harus ditempuh dalam pelaksanaan kegiatan. Pengawasan preventif ini bertujuan:
1)      Mencegah terjadinya tindakan-tindakan yang menyimpang dari dasar yang telah ditentukan.
2)      Memberi pedoman bagi terselenggaranya pelaksanaan kegiatan secara efisien dan efektif.
3)      Menentukan saran dan tujuan yang akan dicapai.
4)      Menentukan kewenangan dan tanggung jawab sebagai instansi sehubungan dengan tugas yang harus dilaksanakan.
  1. Pengawasan represif, ini dilakukan setelah suatu tindakan dilakukan dengan membandingkan apa yang telah terjadi dengan apa yang seharusnya terjadi. Dengan pengawasan represif dimaksud untuk mengetahui apakah kegiatan dan pembiayaan yang telah dilakukan itu telah mengikuti kebijakan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Pengawasan represif ini biasa dilakukan dalam bentuk:
1)      Pengawasan dari jauh, adalah pengawasan yang dilakukan dengan cara pengujian dan penelitian terhadap surat-surat pertanggungan jawab disertai bukti-buktinya mengenai kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan.
2)      Pengawasan dari dekat, adalah pengawasan yang dilakukan di tempat kegiatan atau tempat penyelenggaraan administrasi.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka teknik pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik, semuanya tergantung pada berbagai kondisi dan situasi yang akan terjadi, maupun yang sedang terjadi/berkembang pada masing-masing organisasi. Penentuan salah satu teknik pengawasan ini adalah agar dapat dilakukan perbaikan-perbaikan pada tindakan yang telah dilakukan atau agar penyimpangan yang telah terjadi tidak berdampak yang lebih buruk, selain itu agar dapat ditentukan tindakan-tindakan masa depan yang harus dilakukan oleh organisasi.
E. Proses Pengawasan
Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi terhadap setiap pegawai yang berada dalam organisasi adalah merupakan wujud dari pelaksanaan fungsi administrasi dari pimpinan organisasi terhadap para bawahan. Oleh karena itu, sebagai suatu fungsi maka proses pelaksanaan pengawasan oleh pimpinan dilakukan melalui beberapa tahap, seperti yang diungkapkan Tanri Abeng (dikutip Harahap, 2000:11) bahwa:
Manajemen kontrol adalah pekerjaan yang harus dilakukan oleh seorang pimpinan untuk meneliti dan mengatur pekerjaan yang sedang berlangsung maupun yang telah selesai. Fungsi ini dapat dilakukan melalui kegiatan­kegiatan antara lain: establishing performance standard, measuring performance, evaluating performance, and correcting performance.
Berdasarkan pendapat yang diungkapkan oleh Tanri Abeng di atas, dapat diungkapkan bahwa pengawasan yang dilakukan harus melalui tahapan-tahapan sebagai bentuk dari suatu proses kegiatan pengawasan. Bersamaan dengan pendapat tersebut, terdapat banyak pendapat yang mengungkapkan beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengawasan. Hal tersebut diungkapkan dalam bentuk langkah umum mengenai proses pengawasan, seperti yang diungkapkan oleh Terry (dalam Winardi, 1986:397) bahwa:
Pengawasan terdiri daripada suatu proses yang dibentuk oleh tiga macam langkah-langkah yang bersifat universal yakni: (1) mengukur hasil pekerjaan, (2) membandingkan hasil pekerjaan dengan standard dan memastikan perbedaan (apabila ada perbedaan), dan (3) mengoreksi penyimpangan yang tidak dikehendaki melalui tindakan perbaikan.
Sementara Koontz, et. al (dalam Hutauruk, 1986:197) menyebutkan: Proses dasar pengendalian, di manapun penerapannya atau apa saja yang diawasi, meliputi tiga langkah: (1) menetapkan standar, (2) mengukur prestasi kerja atau standar ini, dan (3) memperbaiki dan mengoreksi penyimpangan yang tak dikehendaki dari standar dan perencanaan”.
Maman Ukas (2004:338) menyebutkan tiga unsur pokok atau tahapan-tahapan yang selalu terdapat dalam proses pengawasan, yaitu:
  1. Ukuran-ukuran yang menyajikan bentuk-bentuk yang diminta. Standar ukuran ini bisa nyata, mungkin juga tidak nyata, umum ataupun khusus, tetapi selama seorang masih menganggap bahwa hasilnya adalah seperti yang diharapkan.
  2. Perbandingan antara hasil yang nyata dengan ukuran tadi. Evaluasi ini harus dilaporkan kepada khalayak ramai yang dapat berbuat sesuatu akan hal ini.
  3. Kegiatan mengadakan koreksi. Pengukuran-pengukuran laporan dalam suatu pengawasan tidak akan berarti tanpa adanya koreksi, jikalau dalam hal ini diketahui bahwa aktivitas umum tidak mengarah ke hasil-hasil yang diinginkan.
Ketiga langkah proses pengawasan oleh Maman Ukas diragakan dalam gambar 2.3 berikut:


Gambar 3
Proses Pengawasan
AS 123
Sumber : Maman Ukas (2004:338)
Sementara Certo dan Certo (2006:481) secara lebih lengkap menyebutkan tiga langkah utama dalam proses pengawasan, antara lain:
  1. Measuring Performance. Before managers can determine what must be done to make organization more effective and efficient, they must measure current organizational performance. However, before they can take such a measurement, they must establish some it of measure that gauges performance and observe the quantity of this unit as generated the item whose performance is being measured.
  2. Comparing Measured Performance To Standards. Once managers have taken a measure of organizational performance, their next step in controlling is to compare this measure against some standard. A standard is the level of activity established to serve as a model for evaluating organizational performance. The performance evaluated can be for the organization as a whole or for some individuals working within the organization. In essence, standards are the yardsticks that determine whether organizational performance is adequate or inadequate.
  3. Taking Corrective Action. After actual performance has been measured and compared with established performance standards, the next step in the controlling process is to take corrective action if necessary. Corrective action is managerial activity aimed at bringing organizational mistakes that are hindering organizational performance. Before taking any corrective action, however, managers should make sure that standards they are using were properly established and that their measurements of organizational performance are valid and reliable.
Berkaitan dengan langkah membandingkan hasil pekerjaan dengan standard (comparing measured performance to standards), Certo dan Certo (2006:482-484) menyebutkan beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai suatu standar, yaitu:
(1) Profitability Standards. Secara umum, standard ini menekankan kepada berapa banyak keuntungan (uang) yang dapat diperoleh perusahaan dalam suatu periode tertentu atas investasi yang sudah ditanamkannya. (2) Market Position Standards. Standard ini menekankan kepada bagaimana produk yang dihasilkan oleh perusahaan dapat mencapai penguasaan pasar paling tinggi jika dibandingkan dengan produk serupa yang ditawarkan oleh pesaing. (3) Productivity Standards. Standard ini, fokus kepada produksi dari unit-unit organisasi yang dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. (4) Product Leadership Standards. Standard ini berkaitan dengan tujuan perusahaan untuk mencapai posisi tertinggi dibandingkan dengan produk sejenis yang dihasilkan oleh pesaing. Dengan kata lain produk yang dihasilkan oleh perusahaan, menjadi pemimpin produk sejenis yang dihasilkan oleh pesaing. (5) Personnel Development Standards. Standard ini berkaitan dengan kesungguhan perusahaan/memiliki komitmen yang baik untuk mengembangkan pegawai, melalui berbagai pelatihan dan lain sebagainya. (6) Employee Attitudes Standards. Standard ini menekankan pada perlunya para pemimpin untuk membangun sikap positif para pegawainya untuk meningkatkan mutu produk yang dihasilkan oleh perusahaan, dan (7) Social Responsibility Standard. Standard ini merupakan salah satu bentuk perhatian/kepedulian perusahaan terhadap masyarakat, sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial berkaitan dengan kondisi yang dihadapi masyarakat/dalam rangka menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan.
Hal senada diungkapkan Koontz, et. al (dalam Hutauruk, 1986:215) menyebutkan standar untuk titik-titik kritis pada pengawasan meliputi: (1) standar fisik, (2) standar biaya, (3) standar modal, (4) standar penghasilan, (5) standar program, (6) standar intangibles (yang tak dapat diraba) dan (7) tujuan yang dapat diverisifikasi.
Sementara berkaitan dengan mengoreksi penyimpangan melalui tindakan perbaikan (Taking Corrective Action), Certo dan Certo (2006:484-485) lebih lanjut mengemukakan tentang perlunya dua hal yang harus diperhatikan sebelum dilakukan tindakan perbaikan atas penyimpangan yang terjadi, antara lain:
  1. Recognizing Problems. At first glance, it seems a fairly simple proposition that managers should take corrective action to eliminate problems-factors within an organization that we barriers to organizational goal attainment. In practice, however, it often proves difficult to pinpoint the problem causing some undesirable organizational effect. Let us suppose that a performance measurement indicates a certain worker is not adequately passing on critical information to fellow workers. If the manager is satisfied that the communication standards are appropriate and that the performance measurement information is both valid and reli­able, the manager should take corrective action to eliminate the problem causing this sub­standard performance.
  2. Recognizing Symptoms. What exactly is the problem causing substandard communication in this situation- Is it that the worker is not communicating adequately simply because he or she doesn’t want to communicate- Is it that the job makes communication difficult- Is it that the worker does not have the necessary training to communicate in an appropriate manner- Before attempting to take corrective action, the manager must determine whether the .worker’s failure to communicate is a problem in it self or a symptom - a sign that a problem exists. For example, the worker’s failure to communicate adequately could be a symptom of inappropriate job design or a cumbersome organizational structure.
Masih menurut Certo dan Certo (2006:485), setelah pemimpin mengenali dengan baik masalah dan gejala-gejalanya, tindakan korektif dapat dilakukan dengan memusatkan pada tiga fungsi manajemen, yaitu planning, organizing, dan influencing. Tindakan korektifnya menurut Certo & Certo dapat meliputi seperti: (1) memodifikasi rencana lama dengan rencana baru yang lebih tepat, (2) membuat suatu struktur organisasi yang tepat sesuai dengan rencana dan kondisi objektif, dan (3) merestrukturisasi suatu program yang dapat merangsang pegawai untuk meningkatkan kinerjanya dan memastikan pegawai yang memiliki kinerja tinggi diberikan penghargaan yang lebih dibandingkan pegawai yang memiliki kinerja rendah. Selanjutnya uraian dari Certo & Certo tentang proses pengawasan tersebut diragakan pada gambar berikut







Gambar 4
The Controlling Subsystem
AS 1234
Sumber : Certo & Certo (2004:483)
Sementara itu, William H. Newman (dalam Handoko, 1995:367) mengemukakan lima langkah dasar yang dapat diterapkan untuk memahami pengawasan sebagai suatu proses atau mekanisme kontrol dari suatu kegiatan, yaitu: (1) Merumuskan hasil yang diinginkan, (2) Menetapkan petunjuk/prediktor hasil, (3) Menetapkan standar petunjuk dan hasil, (4) Menetapkan jaringan informasi dan umpan balik, dan (5) Menilai informasi dan mengambil tindakan koreksi.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil satu kesimpulan bahwa proses pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan kegiatan organisasi, oleh karena itu setiap pimpinan harus dapat menjalankan fungsi pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh The Liang Gie (1972:90) bahwa: Controlling-pengontrolan adalah aktivitas dalam manajemen berupa pekerjaan memeriksa, mencocokkan dan mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana serta hasil yang dikehendaki. Pengontrolan ini merupakan salah satu fungsi manajer, di samping fungsi-fungsi lainnya: perencanaan, pembuatan keputusan, pembimbingan, pengkoordinasian dan penyempurnaan.
Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi akan memberikan implikasi terhadap pelaksanaan rencana, sehingga pelaksanaan rencana akan baik jika pengawasan dilakukan secara baik, dan tujuan baru dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak setelah proses pengawasan dilakukan. Dengan demikian peranan pengawasan sangat menentukan baik buruknya pelaksanaan suatu rencana. Mengenai pentingnya pelaksanaan pengawasan untuk mensukseskan rencana, Winardi (2000:172) mengungkapkan bahwa: “pengawasan berarti membuat sesuatu terjadi, sesuai dengan apa yang menurut rencana akan terjadi. Perencanaan dan pengawasan boleh dikatakan tidak dapat kita pisahkan satu sama lain, dan mereka ibarat: kembar siam dalam bidang manajemen”. Demikian halnya Tjokroamidjojo (1984:195) yang mengemukakan bahwa:
Salah satu aspek yang penting dalam pelaksanaan rencana sebagai bagian dari proses perencanaan yang menyeluruh adalah pengawasan. Pengawasan ini seperti telah dikemukakan terdahulu dimaksudkan untuk mengusahakan pelaksanaan berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Apabila terdapat penyimpangan-penyimpangan atau persoalan-persoalan dapat diketahui sampai berapa jauh penyimpangan atau masalah tersebut dibanding dengan perkiraan semula. Lebih penting daripada itu ialah mengetahui apa sebabnya. Kemudian perlu diambil langkah-langkah kebijakan korektif.
Arti dari pendapat Tjokroamidjojo di atas adalah bagaimanapun matangnya perencanaan tanpa dibarengi dengan pelaksanaan pengawasan yang baik maka akan sukar menentukan dengan jelas seberapa besar penyimpangan ataupun permasalahan yang ada, serta seberapa besar pekerjaan yang dilaksanakan telah sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan, seperti halnya menurut Siagian (1989:135) bahwa, “pengawasan ialah proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya”. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Handayaningrat (1995:21) bahwa: “pengawasan dimaksudkan untuk mengetahui hasil pelaksanaan pekerjaan sedapat mungkin sesuai dengan rencana”.
Sedangkan Syafie, dkk (1999:82-83) menyebutkan mengenai betapa pentingnya pengawasan bagi pelaksanaan manajemen dan pekerjaan, dengan mengungkapkan bahwa:
Pengawasan adalah salah satu fungsi dalam manajemen untuk menjamin agar pelaksanaan kerja berjalan sesuai dengan. standar yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Dengan demikian melalui pengawasan dapat diawasi sejauh mana penyimpangan, penyalahgunaan, kebocoran, kekurangan, pemborosan, kemubaziran, penyelewengan. dan lain-lain kendala di masa yang akan datang. Jadi keseluruhan pengawasan adalah aktivitas membandingkan apa yang sedang atau sudah dikerjakan dengan apa yang direncanakan sebelumnya. Karena diperlukan. kriteria, norma, standar dan ukuran.
Berdasarkan pendapat tentang pengawasan dari para ahli sebagai mana diuraikan di atas, dapat diketahui bahwa pengawasan yang dilakukan seorang pimpinan organisasi adalah untuk mewujudkan peningkatan efektivitas, efisiensi, rasionalitas dan ketertiban dalam pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas organisasi, dengan demikian pimpinan organisasi dapat mengambil sikap apabila ditemukan suatu penyimpangan. Hasil dari pelaksanaan pengawasan dapat dijadikan sebagai masukan bagi pimpinan organisasi untuk melakukan suatu tindakan, seperti yang disampaikan oleh Lembaga Administrasi Negara (1996:159) bahwa:
Hasil pengawasan harus dijadikan masukan oleh pimpinan dalam pengambilan keputusan, untuk:
  1. Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban.
  2. Mencegah terulangnya kembali kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban tersebut.
  3. Mencari cara-cara yang lebih baik atau membina yang telah baik untuk mencapai tujuan dan melaksanakan tugas-tugas organisasi.


Daftar Pustaka
Agus Dharma. 1998, Perencanaan  Pelatihan, Jakarta : Pusdiklat Pegawai Depdikbud.
Amstrong, Michael. 1994. Performance Management. London: Kogan Page Ltd.
Buchari Zainun. 1989. Manajemen dan Motivasi. Jakarta : Balai Aksara.
Bernardin, H. John & Joyce E. A. Russell, 1993, Human Resource Management. Singapore : McGraw Hill Inc.
Bohari. 1992. Pengawasan Keuangan Negara. Jakarta : Rajawali Press.
Casio, Wayne F.  (1992). Managing Human Resources: Productivity, Quality of Work Life, Profit. Singapore: McGraw-Hill International Editors
Certo, Samuel C. & S. Travis Certo. 2006. Modern Management, Pearson Prentice Hall.
Davis, K & J. W. Newstrom, 1990, Perilaku dalam Organisasi. Terjemahan. Jakarta. Erlangga.
Donnelly, James H., Gibson, James L., and Ivancevich, John,  1994, Fundamental of Management. Texas: Business Publication.
Fattah, Nanang. 1999. Landasan Manajemen. Bandung : Rosda Karya
Gibson, Ivancevich & Donnelly, 1997, Organisasi Jilid I, Terjemahan Darkasih. Jakarta : Erlangga.
Donnelly, Gibson, dan Ivancevich. 1996. Manajemen Edisi Sembilan Jilid 1. Alih Bahasa: Zuhad Ichyaudin. Jakarta : Erlangga.
Gomes, Faustino Cardoso, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi Offset.
Gordon, Thomas. 1994. Menjadi Pemimpin Efektif: Dasar untuk Manajemen Partisipatif dan Keterlibatan Karyawan. Terjemahan Alex Tri Kantjono Widodo. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Griffin, Ricky W., 1987, Management. Boston: Houghton Miffin.
Handoko, T. Hani. 1995. Manajemen. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE.
Harahap, Sofyan Syafri. 2000. Sistem Pengawasan Manajemen. Jakarta: Pustaka Quantum.
Husein Umar. 2003. Evaluasi Kinerja Perusahaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Isaac, S & Michael, WB., 1983, Hand Book in Research and Evaluation. 2nd Edition. California, USA: Edit Publishers
Jones, Pam. 2002. Buku Pintar Manajemen Kinerja. Terjemahan Anthony R. Indra. Jakarta : Metalexia Publishing & PT Qreator Tata Qarakter.
Kerlinger F.N., 1990, Foundation of Behavioral Research (terjemahan) Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press.
Koontz, Harold & Cyril O’Donnel & Heinz Weihrich. 1986. Manajemen. Jilid 2. Terjemahan: Gunawan Hutauruk. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia. 1996. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia. Jilid II/Edisi Ketiga. Jakarta: Toko Gunung Agung.
Luthans, Fred, 1985. Organizational Behavior, 5th ed, Singapore, Mc Graw-Hill Book Co.
M. Manullang, 1977. Dasar-dasar Manajemen. Medan: Monara.
M. Situmorang, Viktor dan Jusuf Juhir. 1994. Aspek Hukum Pengawasan Melekat dalam Lingkungan Aparatur Pemerintah. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Maman Ukas. 2004. Manajemen: Konsep, Prinsip dan Aplikasi. Bandung : Penerbit Agnini.
Mathis, Robert R. & John H. Jackson, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia Jilid I dan II, Jakarta, Penerbit Salemba Empat.
O’Leary, Elizabeth. 2001. Kepemimpinan : Menguasai Keahlian yang Anda Perlukan dalam 10 menit. Trejemahan Deddy Jacobus. Yogyakarta: Andi Copyright.
Prawirosentono, Suryadi. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE.
Rivai, Veithzal. 2005. Performance Appraisal. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Rusli Syarif. I991. Teknik Manajemen Latihan dan pembinaan, Bandung : Angkasa
S. Ruky. A. 2001. Sistem Manajemen Kinerja: Performance Management System, Panduan Praktis untuk Merancang dan Meraih Kinerja Prima. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
S.P. Hasibuan, M. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Sadili Samsudin. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung Pustaka Setia.
Safrudin, Ateng. 1965. Pemerintah Daerah dan Pembangunan. Bandung: Sumur.
Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju.
Schermerhorn, John R., Hunt, James G., and Osborn, Richard N., 1983, Managing Organizational Behavior. New York: John Willey & Son
Siagian, Sondang P., 1989. Filsafat Administrasi. Jakarta: Haji Mas Agung.
Silalahi, Ulbert. 2002. Studi Tentang Ilmu Administrasi: Konsep, Teori dan Dimensi. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Simamora, Henry.  2004 Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: YKPN
Supranto John. 1997, Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikan Pangsa Pasar. Jakarta : Rineka Cipta.
Stolovitch, Harold D., and Keeps, Erica J., 1992, Handbook of Human Performance Technology  A Comprehensive Guide for Analysis and Solving Performance Problem in Organizations. San Francisco: Jersey-Bass Publisher
Stoner, James A. F. and Edward R. Freeman. 1994. Manajemen. Jilid 2, Edisi Kelima. Alih Bahasa: Wilhelmus W. Bakowatun dan Benyamin Molan. Editor: Heru Sutejo. Jakarta : Intermedia
Syafie, Inu Kencana, Djamaluddin Tandjung dan Supardan Modeong. 1999. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta: Rineka Cipta.
Terry, George R. 1986. Asas-asas Manajemen Alih Bahasa; Winardi. Bandung: Penerbit Alumni.
The Liang Gie. 1972. Kamus Administrasi. Djakarta: Gunung Agung.
Tjokroamidjojo, Bintoro. 1984. Perencanaan Pembangunan. Jakarta: Gunung Agung.
Winardi, 2000, Manajer dan Manajemen. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Wood, Jack & Joseph Wallace & Rachid M. Zeffane, 2001. Organizational Behavior a Global Perspectives. Australia : John Willey & Sons.
Zulian Yamit, 2001, Manajemen Kualitas Produk dan Jasa. Yogyakarta: Penerbit Ekonesia.